Aku, Kamu dan Mereka adalah Jawabannya

"Sebuah karya yang terlahir saat saya mengikuti Festival Santri Nusantara di PP Bahrul Ulum Tambak Beras Jombang bersama 1524 santri lainnya yang berhasil memecahkan rekor MURI dengan ajang Penulisan Artikel terbanyak yang diikuti oleh 1524 Mahasiswa yang notabenenya adalah Santri lulusan Pondok Pesantren se-Indonesia."
Oleh : Muh. Idil Haq Amir (CSSMoRA ITS) – Putra Bugis Pinrang Sulawesi Selatan

“Pesantren adalah pendidikan tertua di Indonesia” sebuah fakta yang telah bersarang di kalangan para alim ulama dan tokoh-tokoh perjuangan Indonesia dan hingga saat ini tersampaikan melalui para murid-muridnya. Mungkin saya yang beum tau ataupun kurang tanggap terhadap sejarah pendidikan Indonesia. Tapi, inilah faktanya! Pendidikan yang telah membangun Indonesia saat ini adalah cikal bakal yang berasal dari pendidikan Pesantren. Dan sekali lagi, mungkin karena saya kurang tanggap atau hanya prasangka saja, bahwa seakan induk pendidikan Indonesia ini mulai pudar di Indonesia sendiri bahkan pendidikan Pesantren seakan berusaha disingkirkan dan dibatasi ruang geraknya dengan adanya sistem pendidikan Indonesia saat ini.
Dalam jangka waktu tertentu, sekitar tiga hingga 4 tahun, Indonesia selalu melakukan perubahan sistem yang saat ini kita kenal dengan sebutan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang diterapkan pada jenjang pendidikan yang dimulai dari TK, SD, SMP hingga SMA. Diperkuat pula dengan adanya wajib belajar 9 tahun yang dicantumkan pada Undang-Undang Negara Republik Indonesia yang mengharuskan para pelajar Indonesia untuk menempuh pendidikan hingga jenjang SMP.
Harus diakui ini merupakan era pendidikan yang cukup berkembang dan sangat memberikan pengaruh lebih kepada generasi anak Indonesia. Bagaimana tidak, setiap anak diharuskan mengenyam pendidikan hingga SMP yang secara tidak langsung mengindikasikan bahwa Negara Indonesia memiliki jutaan penduduk yang berpendidikan. Minimallah berakhir dengan pendidikan SMP yang bisa dikatakan mereka telah mengenyam pendidikan.
Dan perlahan pudarlah nilai-nilai pendidikan Pesantren yang secara perlahan terkikis oleh perkembangan pendidikan Indonesia dengan sistem baru yang semakin lama semakin mengurangi nilai-nilai Pendidikan Pesantren. Pernah suatu saat pada saat saya masih berada di bangku Madrasah Aliyah (setara dengan SMA), seorang ustadz (guru) saya menceritakan bagaimana mereka mengenyam pendidikan di masa-masa mereka. Mungkin sekitar 40 tahun yang lalu. Ustadz saya menceritakan tentang sulitnya akses terhadap pendidikan saat itu yang sekarang terselesaikan dengan adanya internet yang dapat diakses oleh seluruh orang di dunia. Sesaat saya merasa beruntung dengan terlahir pada masa dimana pendidikan Indonesia telah berkembang sangat pesat. Namun, setelah memikirkan secara matang-matang, justru hal ini membuat ilmu pesantren menjadi kekurangan originalitasnya. Referensi materi serta berbagai pendapat ulama terdahulu dapat ditemukan semuanya di dalam kitab-kitab kuning yang diajarkan pada Pondok Pesantren. Namun, saat ini dengan mudahnya dengan click saja, semua telah didapatkan. Namun, tahukah apa yang kita dapatkan? Bukan pendapat ataupun referensi dari berbagai kitab kuning, melainkan pendapat dan referensi dari blog, website, serta social media lainnya yang belum jelas keshahihan dan ketepatannya dengan apa yang kita butuhkan. Sehingga kebanyakan masyarakat saat ini memiliki pemahaman yang berbeda terhadap sebuah ayat atau hadits misalnya. Karena kebanyakan hanya memanfaatkan fasilitas internet saja dan melupakan referensi yang original dari kitab-kitab kuning Pondok Pesantren. Dan ini juga cukup sulit untuk ditinggalkan, Karena internet sendiri menawarkan fasilitas yang sangat mudah dimanfaatkan oleh penggunanya, dalam hal ini masyarakat secara umum.
Kemudian, cerita dilanjutkan dengan perbandingan mata pelajaran yang diajarkan dahulu dan saat ini. Pelajaran terdahulu semuanya memiliki unsur-unsur agama dan kaitannya dengan Agama Islam. Sehingga meskipun mempelajari sesuatu yang mungkin saat ini kita anggap tidak membutuhkan pelajaran agama, secara tidak langsung akan menerapkan nilai-nilai keagamaan kepada para santri di Pondok Pesantren. Saat ini, sudah sangat jelas terlihat adanya penghilangan unsur-unsur agama di pendidikan Indonesia. Dimulai dengan pembedaan antara ilmu umum dan ilmu agama di pendidikan Indonesia. Kemudian pembagian pendidikan antara sekolah umum dan sekolah agama, hingga berdirilah lembaga pendidikan yang non-Islam. Semua ini memang tak bisa dihindari seiring dengan era globalisasi yang semakin berkembang pesat di seluruh penjuru dunia.
Lalu bagaimanakan sistem pendidikan ini seharusnya?? Hingga saat ini saya masih mempertanyakan pertanyaan ini. Karena jika dibiarkan terus seperti ini, maka habislah generasi anak Indonesia dengan pendidikan Islam yang kuat dengan originalitas dari Pendidikan Pondok Pesantren.
Maka sebenarnya jawabannya adalah kita sendiri sebagai generasi yang saat ini mengenyam pendidikan saat ini. Bagaimana kita bisa menjadi sebuah penyaring pendidikan bagi seluruh ilmu pada jenjang pendidikan saat ini serta bagaimana kita berusaha untuk mempertahankan nilai-nilai agama yang masih ada saat ini agar tetap bisa dirasakan oleh generasi penerus bangsa di masa depan. Menghitung-hitung, ustadz saya yang berada 40 tahun dari saat ini dapat mengenyam pendidikan Pesantren dengan sangat natural berasal dari para alim ulama dan kitab-kitab kuning. Saat ini, mulai berkurang dan dimasuki oleh ilmu-ilmu umum di Indonesia. Lalu, bagaimanakah nasib pendidikan di Indonesia ke depannya? Aku, kamu dan Mereka adalah jawabannya. Salam CSSMoRA! Loyalitas Tanpa Batas!!!

1 comment:

  1. Jadilah Penulis Best Seller.and i'm belive you must can (y)

    ReplyDelete